Jumat, 02 Mei 2008

Ati2 sama Bread Talk.. MUI udah lepas tangan ttg status halalnya...

Wednesday, 9 April, 2008 11:42 AM

MUI “Angkat Tangan� Kehalalan Roti
BreadTalk
Selasa, 08 April 2008
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat-
tangan terhadap kehalalan produk roti
BreadTalk. BreadTalk dianggap
mengabaikan peringatan MUI
Hidayatullah. com--Kehalalan roti
BreadTalk kembali dipertanyakan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak
lagi bertanggung jawab atas kehalalan
roti produksi PT Talkindo Selaksa
Anugerah itu.
"Kami sampaikan kepada masyarakat, kami
tidak bisa menjamin masyarakat lagi
mengenai kehalalan roti BreadTalk,"
ujar Kepala Bidang Sertifikasi Halal
LPPOM MUI Muti Arintawati.
Muti, sebagaimana disampaikan okezone,
Selasa (8/4) mengatakan, manajemen
produsen roti milik pengusaha Johnny
Andrean itu tidak memiliki itikad baik
untuk memperpanjang sertifikat
kehahalan BreadTalk. Sertifikat
kehalalan dari MUI yang dimiliki
BreadTalk sudah kadaluarsa sejak
September 2007 lalu.
"Karena sertifikat itu hanya berlaku
dua tahun. Kami sudah sampaikan
beberapa kali surat peringatan tapi
tidak direspons. Jadi kami tegaskan
lagi kepada masyarakat Muslim bahwa MUI
tidak lagi bertanggung jawab dengan
kehalalan BreadTalk," tandasnya.
BreadTalk didirikan pada tahun 6 Maret
2003 oleh George Quek, seorang
wirausahawan yang sebelumnya memulai
jaringan food court yang sukses di
Singapura, Food Junction. Konsepnya
berbeda dibandingkan dengan toko-toko
roti lainnya pada umumnya, dengan
memerhatikan penampilan toko yang
dirancang agar terlihat eksklusif serta
memperlihatkan dapur pembuatan roti
kepada para pengunjungnya melalui kaca
transparan.
Tahun 2005, MUI pernah mengumumkan
BreadTalk, Hoka Hoka Bento, dan Bir
Bintang sebagai makanan dengan kategori
subhat. “BreadTalk dan Hoka Hoka
Bento dinyatakan syubhat (meragukan)
dan Bir Bintang 0 persen alkohol
dinyatakan haram,� demikian ujar
Sekretaris Umum MUI, Dien Syamsudin,
saat jumpa pers kala itu. [cha,
berbagai sumber/www.hidayatu... llah.com]

Sebuah Kisah Menggugah... ( dari situs sebelah... )

Monday, 31 March, 2008 9:38 PM

Gerobak nasi kuning biasa

Ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di sebuah kompleks perumahan di Jati Bening. Umur mereka sudah tidak muda lagi. Sang suami mungkin sudah berumur lebih dari 70,
sedangkan istrinya sekitar 60-an. Di sekitar mereka ada beberapa gerobak lain yang juga menjual makanan untuk sarapan pagi. Tapi dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling sepi. Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya selalu melewati gerobak mereka yang selalu sepi. Gerobak itu tidak ada yang istimewa. Cukup sederhana. Jualannya pun standar. Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk menjaga gerobak mereka dalam posisi yang selalu sama. Sang suami duduk di luar gerobak, sementara istrinya di sampingnya. Kalau ada
pembeli, sang suami dengan susah payah berdiri dari kursi (kadang dipapah istrinya) dan dengan ramah menyapa pembeli. Jika sang pembeli ingin makan di tempat, sang suami merapikan tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi kuning dan menyodorkan piring itu pada suaminya untuk diberikan pada sang pelanggan. Kalau sang pembeli ingin nasi kuning itu dibungkus, sang istri menyiapkan nasi kuning di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi bungkusan itu pada suaminya untuk diserahkan pada sang pelanggan. Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu duduk diam. Sesekali jika istrinya agak terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung istrinya. Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan sigap mengambil sapu tangan dan mengelap keringat suaminya. Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu spesial. Sangat standar. Tapi, kalau saya mencari sarapan pagi, saya selalu membeli nasi kuning di tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya. Tapi lebih karena cinta mereka yang membuat saya tergerak untuk selalu mampir. Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak ada pelanggan, mereka tetap bersama. Sang suami tidak pernah memarahi istrinya yang tidak becus masak. Sang istri pun tidak pernah marah karena gerakan suaminya yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia bahkan memberi kesempatan suaminya untuk melayani pelanggan. Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di saat susah sekali
pun. Hingga hari ini, sudah 10 tahun saya lewati tempat itu, mereka masih tetap di tempat yang sama, menjual nasi kuning, dan selalu bersikap sama. Penuh kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling menguatkan di saat susah.

Jika Anda berkunjung ke Bekasi, Anda bisa mampir ke jalan raya komplek Jati Bening Indah. Tidak susah mencari gerobak mereka yang sederhana. Carilah gerobak yang paling sepi pelanggan. Mereka berjualan sejak pukul 07.00 hingga siang hari (mungkin sekitar
11.00, karena saya pernah ke kantor jam 11.00, mereka sudah tidak ada). Jujur, nasi kuning mereka sangat standar & tidak selengkap gerobak nasi kuning lain di sekeliling mereka. Namun, cinta kasih mereka membuat makanan yang sederhana itu terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang begitu tulus, sederhana, apa adanya. Bahkan dalam kesusahan sekalipun, mereka tetap
saling menguatkan. Sebuah kisah cinta yang luar biasa.

Mungkinkah kita bisa seperti mereka?