Minggu, 20 November 2011

KAOS GAUL

Ngomong-ngomong masalah Baju.. khususnya Atasan, sampai dengan masa SMA, hmm.. sebentar, saat kuliah pun, Aku tidak memiliki banyak baju casual (kaos), baik itu kaos oblong maupun kaos yang berkerah. Di masa itu, bahkan aku hampr tidak punya kaos gaul. Definisi Kaos Gaul disini, adalah kaos yang dijual di Matahari. Yang menurutku, setiap aku melihatnya.. wah, pengen mencomot sepuas hati. Bagus2, cerah2, eye cacthing, dan sebagainya… wes menarik hati dah.. aku selalu berfikir, aku pasti keren kalo pake kaos itu… Tetapi, ya apa daya, I don’t have enough money for buy it self. Apalagi minta orang tua… bisa dipanggang hidup-hidup aku.. wkwkwk.. lebay.. maksudnya, kebutuhan baju masih belum menjadi prioritas utama dalam APB Keluargaku…:D beda kalo seragam sekolah ya…;)

Uang saku harianku dikisaran 5.000 dan bisa sisa 2.000 – 3.000an, kalo aku bawa bekal dari rumah dan ketika pulang sekolah aku jalan ke RSI. Otomatis, pengeluaran pure ku hanyalah untuk pulang naek bemo putih H2 jurusan RSI – Sepanjang. Tetapi kalo ga bawa bekal alias bontotan, wah, bisa-bisa malah hutang temen sebangku ato ibu-ibu kantin… hehee… becanda. Kalo sudah gitu, Kadang ga bersisa sama sekali.

Rinciannya nih ya, 2rb untuk makan siang + 1rb untuk minum/jajan.nya, 1rb untuk minum/jajan diperjalan pulang, 2rb untuk ongkos bemo ke rumah. Habis kan? Hehehe… ada kala.nya sih, setelah Orang Tua membelikanku sepeda ontel, aku bisa berhemat cukup, karena uang ongkos bemo bisa ditabung… tapi duitnya habis buat warnet, beli CD game, beli alat tulis ato mungkin jajan pas hang out diwaktu weekend. Karena itu adalah prioritasku, sedangkan, kaos gaul apalagi sepatu gaul (converse dan sejenisnya, yang lagi ngetrend waktu itu), haduh.. benar-benar tidak masuk dalam list kebutuhan primer yang harus aku beli dengan uangku sendiri, saat itu. 

Baju dan Sepatu. Aku masih bergantung sepenuhnya dari Orang Tuaku, khususnya Bapak. Kadang, bajuku adalah lungsuran (turunan, red.) dari Bapakku atau malah makenya gantian. Hehe… padahal sebenernya prinsipku, baju ga boleh gantian, tapi gmn lagi, keadaannya memang kayak gitu… ya disyukuri aja… udah untung ada baju kan? :D

Beberapa kali, tiba-tiba Ibu atau Bapak ngasih aku baju, ya walaupun bukan kaos gaul seperti yang aku mau, kadang oleh-oleh dari mana gitu, even mungkin kaos2 second hand, tapi tetap aku terima dengan senyum. Aku anaknya ga banyak comel, dikasih ya aku terima dan aku mensyukuri apa yang sudah aku punya. Beberapa pamanku bilang aku anaknya pendiam, dikasih hadiah diam ga heboh, dimarahin diam ga mbentak2, kalo aku lagi BT apalagi- aku akan diam seribu bahasa… hahaha..

Kalau ada rezeki, Bapak baru mengajakku untuk beli baju bareng. Lagi-lagi bukan untuk beli kaos gaul seperti keinginanku, tapi, kami berdua berburu di pasar gembong, lebih khususnya di divisi pakaian. Hehehe… tau gembong gak? Deketnya RS Adi Husada Sidotopo, hmm, kalo dari arah Wijaya Kusuma (THR) ke arah Sidotopo ntr ada perempatan sebelum rel kereta api, kalo belok kanan ke stadion tambaksari, nah, jalur lurus kearah sidotop sampai perlintasan kereta api itulah Jl. Gembong. Masih belum nggeh juga, bentar, tau pasar loak di dupak? Jl. Gembong adalah versi kembarannya tapi yang dijual adalah barang-barang kecil seperti lampu, TV, uang kuno, kaset, alat2 pertukangan sampai dengan pakaian…;) fahimtum? Hehe…

Nah, back to Gembong.. Waktu itu, aku ingat, Bapakku selalu memberiku wejangan..
“gak papa beli baju bekas, yang penting bisa milih”
“ojok isin, seng penting pantes digawe, ga suwek-suwek”
Dan aku pun bisa menjawab dalam kediamanku..:)
“iya Pak..”, anakmu ini selalu sami’na wa’atho’na.
Aku tidak pernah protes, aku tidak pernah mencak-mencak seperti anak-anak lebay yang marah-marah ke Orang Tuanya karena tidak dibelikan sepatu converse terbaru atau bahkan aku pun tidak pernah nangis bengok-bengok seperti anak-anak kecil yang tidak belikan es potong oleh Ibunya disekolah. Dari dulu prinsip utamaku tetap, Aku diberi, Aku terima. Aku mensyukuri semua yang aku punya. Dan aku juga melihat kondisi orang tua.ku, aku ga akan minta yang sekiranya mereka tidak bisa approve permintaanku, timbang mangkel, mending secara otomatis ngertiin kondisi orang tua lah. Ya ndak? :P

Aku menikmati ketika mencari-cari, memilih-milih dan mencoba-coba baju dan kaos di Pasar Gembong Divisi Pakaian bersama Bapakku. Bagaimana proses Tawar-menawar harganya dan rasa puasnya ketika mendapatkan baju buaagus dengan harga yang muuuwwwrah *lebay. Hahaha… sampai dirumah, langsung setor ke laundry dan beberapa hari kemudian, Ta Da.. bajuku kembali baru dan wangi-wangi… hehehe…

Tapi, ada tapinya nih… karena mayoritas bapakku yang milih.. jdi ya selera pakaian bapakku yang banyak terbeli… makanya, bajuku waktu itu banyak seng koyok bapak-bapak. Dan tetap ada tapinya juga… tapi, gimana-gimana harus di… S Y U K U R I… Alhamdu… Lilllaaahhh….

Aku bangga punya Bapak yang selalu bisa membesarkan hati Istrinya, Anak-anaknya dan Keluarganya. Walau disampaikan dalam bentuk lelucon, tapi ada makna-makna tersirat dari guyonan itu. Seperti misalnya ketika aku tanya, kok Ibu ga pernah pake perhiasan macam gelang, cincin atau kalung. Dijawab sama Bapak,
“biyen pas kate mlebu Al Hikmah, perhiasane Ibumu didol kabeh gawe mbayar pendaftarane. Kon nggawe gelang karet, lek podo ae…”
Menceritakan gmn perjuangan Ibu untuk pendidikan anak-anaknya, tapi dibumbui lelucon macam itu… hehe… atau tentang baju sebagaimana telah aku ceritakan diatas.
“percuma ae lek tuku klambi larang-larang, tapi ga isok milih. Klambi carbong *cakar bongkar refers to ketika milih2 bajunya…:D* gak popo, asal pantes ambe isok milih. Ngko lek Bapak ono duek akeh baru milih klambi temenan nang matahari…”
Bapakku memberi pengertian keadaan kami yang belum mampu sekaligus membesarkan hati kami agar tetap dan selalu percaya diri.

Baju-Baju Bapak-Bapak itu lah yang memantaskanku melintasi dunia perkuliahan, mulai dari ospek (baju hem putih-putih), masa-masa kuliah (baju bunga-bunga) sampai PLKH (baju formal dan jas). Tidak ada yang memandangku sebelah mata, lagipula semua sama dimata Tuhan – Pakaian bukanlah satu pembeda jelas – asalkan dipakai secara pantas dan menutup aurat, dan aku pun bisa menjadi Panitera sampai Penasehat Hukum Terdakwa disaat Pe eL Ka Ha dengan Pakaian Carbong itu…;)

Namun, ada kalanya juga aku bisa mempunyai kaos gaul itu. Setahun Sekali pastinya, itupun juga ga selalu saban tahun sekali. Trutama pas hari raya idul fitri setelah puasa. Nah, Omku, adeknya Bapakku yang kedua, Beliau seorang Advokat dan pada saat itu (masa aku SMA – awal-awal perkuliahan) sedang berada dipuncak keemasannya. Setiap hari raya, mengajak semua keponakannya, including me!:D untuk belanja baju baru.. Alhamdulillah, tuk dipakai dihari raya… hehe.. yang aku ingat jelas waktu itu diajak ke Ramayana Bungur.. yaa, bukan Matahari sih, tapi paling gak KW Supernya Kaos Gaul lah… hehe.. Akhirnya, aku bisa memilih kaos2 gaul KW Super itu langsung dengan tanganku sendiri dan sesuai dengan seleraku.. senengnya… hehe.. tapi, ga bisa comot sepuasnya, Ntr tanteku bisa mencak2 tari kecak di sana… wkwkwkwk… Aku beli sekitar 3 potong kaos, 1 potong baju berkerah dan 2 biji celana… seingatku itu sih… hehehe…

Hal ini berlangsung sampai aku sudah magang di kantorku sekarang ini, yah, Alhamdulillah, ada pemasukan rutin saban bulan yang membuatku bisa menabung rutin juga. Pernah juga, ketika acara liburan kantor, kan dapat uang saku tuh, uang sakunya aku irit2in, untuk aku bawa ke Surabaya lagi… B E L A N J A ! ! ! hehe..

Dan, Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.. ketika tabunganku sudah berkecukupan dan ada beasiswa dari Mandiri yang cair. Aku bisa melihat-lihat, memilih-milih, mencoba-coba dan membeli kaos gaul sendiri di MATAHARI…:) senengnya ga karu2an…:’( Rasanya PUAAAASSSS banget… akhirnya, keinginanku selama ini bisa terlaksana juga… Alhamdulillah ya Allah…:) kejadian itu sekitar akhir tahun 2010. Saat dapat Rezeki dari THR dan Bonus Kantor, sekaligus dapat beasiswa dari Bank Mandiri… wow.. langsung aku belanja kaos gaul, yang selama ini jadi kebutuhan tersier. Sudah keinginan terpendam sejak dulu sih…:D kenapa? Ga Beli HP? Aduh, endak deh… itu masih tersier tingkat 3… hahaha.. eits, tapi itu juga ada ceritanya sendiri lo…;) ntr yah… menyusul…:D kerjaan lagi sak kapal tanker soalnya… Alhamdulillah…

Kamis, 10 November 2011

DUA RIBU RUPIAH

Pernah suatu hari, Aku sedang lapar dan seingatku pada hari itu, di rumah tidak ada makanan yang bisa mengganjal perutku. Kemudian aku minta uang ke Bapak yang sedang tiduran di kamar, ya sekedar 5.000 atau 10.000 untuk beli makan diluar. Tapi, ada daya, Bapak tidak memberiku uang karena Bapak benar-benar sedang tidak ada uang.

“ Ya Allah, cuman 5rb – 10rb aja Pak.. Moso ga ono?” Seruku setengah tidak percaya. Lalu, dijawab dengan yakin dan sedikit menyesal oleh Bapak kalau Beliau memang sama sekali belum ada uang.

Saat itu aku masih SMA, ya cukup lah apabila dikatakan memasuki usia dewasa dan harusnya mengerti dengan keadaan orang tua. Tetapi, justru bukankah SMA itu masa-masa dimana keegoisan dan jiwa-jiwa pemberontak juga masih menggelora-geloranya. Aku berusaha mengerti keadaan Bapakku yang tidak punya Uang, tapi berbanding lurus dengan usaha itu, Aku juga marah dengan Beliau- marah dengan keadaan- marah dengan diriku dan marah-marah dengan entah siapa, pastinya aku jengkel ga karu-karuan. Sempat aku sedikit membentak, karena dipengaruhi rasa jengkel, marah, sebal, BT, semua campur menjadi satu.

Kenapa sih, Bapak ga bisa ngasih aku duit yang aku minta bukan untuk beli yang endak-endak gitu lho… I just want to buy food, your Son is Really Hungry, Dad. Bapakku hanya diam tak berkata-kata. Tetapi, even hingga saat ini, aku bisa mendengar sejuta kata penyesalan dari Beliau. Pasti beliau merasa sedih dan kecewa, kenapa tidak bisa memberiku uang. Tapi, mau bagaimana lagi, Bapak sedang belum ada uang.

Dan aku yakin, bapakku akan lebih terbebani jika aku sampai marah-marah tak terkendali. Maka dari itu, aku hanya menunjukkan rasa jengkelku saja. Selebihnya aku memilih diam dan tidak banyak bicara. Bapak sebagai kepala keluarga, seorang yang harusnya berkewajiban untuk menghidupi keluarganya. Tetapi pada hari itu, tidak bisa memberiku uang sekedar untuk mengganjal perutku yang sedang lapar.

Rasa laparku makin tidak bisa aku kendalikan, lalu, aku kalang kabut mencari uang, saat itu yang ada dipikiranku adalah uang, makan, uang, makan, aku butuh uang untuk membeli makan!! Arrgghhh… Aku endak mau berjalan gontai ke toko depan milik Bu Bambang berharap hutang atas grocery yang ingin aku beli. Aku mau beli dan membayarnya, bukan berhutang!

Aku mengusik sela-sela terdalam tas sekolahku, mungkin ada recehan yang terselip diantaranya. Aku mengais tabungan diatas meja belajar yang baru saja beberapa hari lalu aku jebol karena harus membayar lunas LKS sekolah yang sudah lama belum terbayar. Aku mencari disemua sudut kamar, lemari, meja belajar, rak buku dan apapun itu untuk berharap menemukan ripis-ripis rupiah.

Perjuanganku membuahkan hasil, aku mendapatkan cukup banyak recehan. Dua ribu rupiah, ya, aku ingat jelas hingga saat ini, Dua ribu, rupiah yang bisa membuatku melangkah tegap ke toko Bu Bambang.

Uang itu aku habiskan untuk membeli Tahu Mentah, Kerupuk, Kecap ABC 1 satchet dan 1 buah mentimun. Sesampainya dirumah, Tahu.nya aku potong dadu dan aku iris-iris persegi panjang, lalu aku goreng sampai potongan dadu kecil itu benar-benar kering dan irisan persegi panjang itu setengah matang. Lalu, aku campur nasi dengan kecap, aku kupas timun-potong ujung dan aku cacah vertikal atas kebawah-horizontal kanan kekiri lalu aku iris sampai jadi cacahan2 kecil, tahu beserta kerupuknya aku sajikan sebagai lauk. Nikmat sekali… makanan hari itu nikmat sekali buatku, salah satu moment makan yang masih aku ingat nikmatnya, sekali lagi, JELAS hingga saat ini.

Maka dari itu, beberapa waktu ketika aku memesan makanan kadang aku pesan dalam jumlah cukup banyak (tapi tetap tidak berlebihan), bukan kalap atau rakus, tetapi itu salah satu bentuk rasa syukur ku karena, Alhamdulillahirabbil’alamin, aku bisa- aku mampu dan affordable for me untuk membeli berbagai macam makanan dalam range harga yang wajar.

Tak jarang, sebelum memulai makan aku mengambil jeda doa cukup lama dihadapan makanan didepanku, karena aku mengingat-ingat momen “Dua Ribu” itu sembari memanjatkan jutaan rasa syukur kepada Allah SWT, rasa terima kasih atas nikmat makanan saat itu dan nikmat makanan yang akan aku makan saat ini.

Senin, 31 Oktober 2011

PIWULANG LUHUR

1. Yen gelem nalusuri, sejatine ora sethithik piwulang lan pitutur becik kang malah kita tampa saka wong-wong kang gawene nacad marga ora seneng marang kita, katimbang saka kanca raket kang tansah ngalembana. Awit elinga, panacad iku bisa nggugah kita nglempengake laku, dene pangalembana kepara njalari kelalen.

Kalau mau menelusuri, sebetulnya tidak sedikit pelajaran dan petuah bijak yang kita dapatkan dari orang-orang yang pekerjaannya nyacad (menghina) sebab tidak suka dengan kita, dari pada teman dekat yang selalu memuja/menyanjung. Maka ingatlah penghinaan itu bisa membangkitkan kita untuk meluruskan perjalanan hidup, sedangkan dipuja/disanjung dapat mengakibatkan kita terlena.

2. Samangsane kowe diclathu wong kanthi sengak, aja kok bales sak nalika kanthi tembung kang uga sengak. Prayoga tanggapana mawa pakarti kang alus lan sareh. Jer ya klawan laku kang kaya mangkono iku kowe bisa ngendhalekake watak kang panasbaran, ngasorake sifat kang lagi kasinungan iblis.

Sewaktu kamu dimarahi orang dengan sengit (jelek), jangan dibalas seketika dengan ucapan jelek. Lebih baik tanggapi dengan perbuatan yang baik dan sabar. Sebab dengan perbuatan yang seperti itu kamu bisa mengendalikan watak yang emosional, mengalahkan sifat iblis dalam diri kita.

3. Ing endi dununge pemarem lan katentreman? Saking angele mapanake rasa, nganti meh ora ana wong kang bisa rumangsa marem lan tentrem uripe. Mula kita kudu tlaten ngalah budi. Dhahana rasa meri lan drengki, amrih gorehing pikir bisa tansah sumingkir.

Dimana tempatnya rasa puas dan ketentraman? Sangat sulit menempatkan rasa, sampai tidak ada orang yang bisa merasakan puas dan tentram dalam hidupnya. Maka dari itu kita harus selalu bersabar. Jangan pernah ada rasa iri dan dengki, supaya pikiran jelek bisa selalu tersingkirkan.

4. Menawa kowe durung mangerteni marang bab kok anggep ora becik aja kesusu ngatonake rasa sengitmu, gedhene nganti maoni lan nglairake panacad. Awit kawruhana yen pikiran manungsa iku tansah mobah mosik lan molak-malik. Apa kang kok kira ala lan kok gethingi iku ing tembe buri bisa malih dadi kok senengi, kepara malah bisa dadi gantungane uripmu.

Seumpama kamu belum mengerti dengan permasalahan dianggap tidak baik , jangan dahulu memperlihatkan rasa bencimu, besarnya sampai membalas ucapannya dan mengeluarkan kata-kata menghina. Pertama ketahuilah bahwa pikiran manusia selalu berfikir dan berubah-ubah. Apa yang kamu kira jelek dan kamu benci itu suatu saat bisa berubah jadi kamu senangi, dan bisa berbalik jadi tempat untuk menggantungkan hidupmu.

5. Karepe wong nyatur alane liyan iku beteke mung arep nuduhake becike awake dhewe. Yen sing dijak nyatur wong kemplu, pamrih sing kaya mangkono mesthi katekane. Nanging tumraping wong mursid wong kang ngumbang rereged ing awake sarana migunakake banyu peceren malah saya nuduhake blentang-blentonge pambegan.

Maksudnya membicarakan kejelekan orang tetapi sebenarnya hanya untuk memperlihatkan kebaikan dirinya sendiri. Yang diajak berbicara orang bodoh, keinginan yang seperti itu pasti terlaksana. Tetapi untuk seorang mursid (guru) orang yang membersihkan diri dengan sarana mengunakan air yang kotor malah semakin menunjukkan aibnya.

6. Aja sok ngendel-endelake samubarang kaluwihanmu, apa maneh mamerake kasuguhan lan kapinteranmu. Yen anggonmu ngongasake dhiri mau mung winates ing lathi tanpa bukti, dhonge enggon awakmu dadi ora aji. Luwih prayoga turuten pralambange “pari dadi” kang saya isi lan mentes malah sangsaya ndhungkluk. Pari kang ndhangak nudhuhake nek kothong blong tanpa isi.

Jangan pernah menunjuk-nunjukkan semua kelebihanmu, apalagi menunjukkan ketekunan dan kepandaiaanmu. Kalau kamu dalam menunjukkan kepandaian diri hanya sebatas di mulut tanpa bukti, suatu saat dirimu jadi tidak ada harganya. Lebih baik ikuti simbolnya “padi” yang semakin isi dan berisi semakin merunduk. Padi yang menengadah menunjukkan kalau kosong momplong tanpa isi.

7. Kahanan ndonya iki ora langgeng, tansah mobah mosik. Yen sira nemahi ketunggon bandha lan kasinungan pangkat, aja banjur rumangsa “Sapa Sira Sapa Ingsun” (SSSI) kang tansah ngendelake panguwasane tumindak deksura marang sapadha-padha. Elinga yen bandha iku gampang sirna. Pangkat bisa oncat ing saben wayah.

Kedaaan dunia ini tidak pernah tetap, selalu berubah-ubah. Kalau kita lagi ditungguhi kekayaan dan pangkat derajat, jangan pernah merasa “Siapa Kamu Siapa Saya” yang selalu menunjukkan kekuasaannya bertindak semaunya pada sesamanya. Ingatlah kalau harta itu mudah habis. Kedudukan (pangkat) bisa lepas sewaktu-waktu.

8. Saiba becike samangsa wong kang lagi kasinungan begja lan kabungahan iku tansah eling, gedhene asung syukur marang kang Peparing. Awit elinga yen tumindak kaya mangkono mau kajaba bisa ngilangi watak jubriya uga mletikake rasa rumangsa yen wong dilahirake ing donya iku sejatine mung dadi lelantaran melu urun-urun, tetulung marang sapadha-padha ning titah, mbengkas kasangsaran, munggahe nggayuh hayuning jagad.

Betapa indahnya sewaktu orang yang lagi mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan haruslah selalu ingat, besarnya selalu bersyukur kepada yang selalu memberi. Maka ingatlah kalau prilaku seperti itu selain bisa mengingatkan watak curiga juga melatih rasa menyadari kalau orang dilahirkan didunia ini sebenarnya hanya jadi perantara ikut berbagi, untuk mencapai kelestarian bumi.

9. “Rumangsa sarwa duwe” lan “Sarwa duwe rumangsa” iku tinulis genah mung diwolak-walik. Nanging surasane jebul kaya bumi klawan langit. Sing kapisan nuduhake watak ngedir-edirake, wengis satindak lakune, asosial, yen nggayuh pepinginan ora maelu laku dudu samubarang pakarti nistha ditrajang wani. Dene sing kapindho, pakartine tansah kebak welas asih, wicaksana ing saben laku, rumangsa dosa samangsa gawe kapitunane liyan.

“Merasa serba ada” dan “Serba ada perasaan” itu jelas tertulis hanya dibalak-balik. Artinya sebernya seperti bumi dan langit. Yang pertama menunjukkan watak mengagung-agungkan diri, bengis setiap langkahnya, kikir, dan kalau ingin meraih keinginan tidak memperhatikan prilaku jelek semuanya dilanggar. Dan yang kedua, perbuatannya selalu penuh dengan welas asih, bijaksana di setiap langkah, merasa berdosa sewaktu berbuat merugikan orang.

10. Memitran, paseduluran nganti tumekaning jejodhowan iku yen siji lan sijine bisa emong kinemong, istingarah bisa sempulur becik. Yen anaa padudon sepisan pindho iku wis aran lumrah, bisa nambahi raketing sesambungan. Nanging suwalike yen padha angel ngenggoni sifat emong kinemong mau genah bakal langka langgenge, malah bedaning panemu sithik wae bisa marakake dahuru.

Berteman, persaudaraan sampai datangnya perjodohan itu kalau satu dan satunya bisa saling asuh-mengasuh, istiqaroh bisa semakin baik. Kalaupun ada perselisihan sekali dua kali itu sudah biasa, bisa menambah eratnya pertalian persaudaraan. Tetapi sebaliknya kalau sama-sama susah menempatkan sifat saling asuh-mengasuh itu jelas bakal langka kelanjutannya, berbeda pendapat sedikit saja bisa membuat perselisihan.

11. Tepa slira lan mawas dhiri iku dadi oboring laku nggayuh rahayu, minangka jimat paripih tumraping ngaurip, munggahe bisa nyedhakake rasa asih lan ngedohake watak drengki lan daksiya marang sapepadhane. Sregep mawas dhiri ateges bakal weruh marang kekurangan lan cacade dhewe, saengga wusanane thukul greged ndandani murih apike.

Tenggang rasa dan intropeksi itu jadi penerang jalan dalam mengapai keselamatan, sebagai pusaka (benteng diri) hidup kita, dapat mendekatkan pada rasa kasih sayang dan menjauhkan watak iri dan sewenang-wenang pada sesama. Selalu intropeksi artinya tahu akan kekurangan dan cela diri kita, sehingga akhirnya tumbuh keinginan memperbaiki bagaimana baiknya.

12. Wong kang ora nate nandhang prihatin ora bakal kasinungan rasa pangrasa kang njalari tekane rasa trenyuh lan welas lahir batine. Wong kang wis nate ketaman ing prihatin, luwih bisa ngrasakake penandange wong liya. Mula adhakane luwih gelem aweh pitulungan marang kang kasusahan.

Orang yang tidak pernah merasakan prihatin (kesusahan) tidak akan ketempatan rasa sejati yang menimbulkan datangnya rasa iba dan kasih sayang lahir batin. Orang yang sudah pernah merasakan prihatin (kesusahan), lebih dapat merasakan penderitaan orang lain. Maka biasanya lebih mengerti dan suka memberi pertolongan yang lagi mendapat kesusahan.

13. Tembung kang kurang prayoga kang kalair mung marga kadereng dening dayaning hawa nafsu iku pancen sakala iku bisa aweh rasa pemarem. Nanging sawise iku bakal aweh rasa getun lan panutuh marang dhiri pribadhi, kang satemah tansah bisa ngrubeda marang katentremaning pikir lan ati. Guneman sethithik nanging memikir akeh iku kang tumrape manungsa bisa aweh katentreman lan rasa marem kang gedhe dhewe.

Ucapan yang kurang baik yang terucap hanya suatu sebab desakkan kekuatan hawa nafsu itu, memang seketika bisa membuat rasa puas. Tetapi setelah itu dapat memberi rasa menyesal dan menyalahkan pada diri sendiri, yang selalu menganggu ketentraman pikiran dan hati. Berbicara sedikit tetapi berfikir luas, maka sebagai manusia telah bisa memberi ketentraman dan rasa sangat puas yang besar.

14. Kita iki kejaba ndarbeni badan wadhag lan pancadriya, siji maneh kita uga darbe osiking ati. Darbe kita iki ora kasat mata, ora kena ginrayang, nanging tansah ajeg elik-elik marang bebener yen lagi nandhang pletiking pakarti lan cipta ala, munggahe katuwuhan krenteg tumindak laku ngiwa. Mula poma dipoma, tansah bisoa ngrungokake osiking atimu, awit iku kang ngajak sak paripolahmu tumuju menyang karahayuning urip.

Kita ini selain mempunyai badan jasmani dan pancaindriya, satu lagi kita juga mempunyai hatinurani. Kepunyaan kita ini tidak dapat dilihat, tidak bisa diraba, tetapi selalu mengingatkan kepada kebenaran kalau sedang mengalami kealpaan dan angan-angan yang kurang baik, jikalau diteruskan mempunyai keinginan melakukan perbuatan kurang baik. Maka berhati-hatilah, harus bisa mendengarkan suara hatimu, sebab itu yang mengajak setiap prilakumu menuju jalan keselamatan hidup.

15. Kawruh lan ilmu pengetahuan iku mung bisa digayuh lan dikuwasani kanthi laku kang laras karo apa kang diwulangake. Lire ajaran teorine kudu bisa dicakake lan ditrapake kanggo karaharjaning bebrayan. Wondene lakune mono kudu sinartan tekad kang gilig lan kekarepan kang tulus lan mantep kinanthenan kateguhaning iman, kanggo ngadhepi sakehing panggodha sarta nyingkiri sikep laku kang sarwa dudu.

Pengatahuan dan ilmu pengetahuan itu hanya bisa diraih dan dikuasai dengan laku yang selaras dengan apa yang diajarkan. Intinya adalah pelajaran teori harus bisa dilaksanakan dan dipratekkan untuk kemuliaan kehidupan. Oleh sebab itu caranya harus dibarengi tekad yang bulat dan keinginan yang tulus dan mantap serta dengan berbekal keteguhan iman, untuk menghadapi semua godaan serta menyingkirkan sikap perbuatan yang tidak pada tempatnya.

16. Siji-sijine dalan amrih kaleksanan ing gegayuhan, yaiku makarti kang sinartan kapercayaan lan keyakinan menawa apa kang sinedya mesthi dadi. Yen mung kandheg ing gagasan lan kukuhing karep wae, tanpa tumandang lan makarya minangka sarana panebuse, wohe ya ora beda kaya dene wong ngimpi. Cilakane maneh yen selagine nganggit-anggit mau wis kaselak ngrasakake kanikmatane ing pengangen-angen, wusanane dadi lumuh ing gawe lan wedi ing kewuh.

Satu-satunya jalan supaya tercapainya sebuah keinginan, yaitu bekerja yang dibekali dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa apa yang diharapkan pasti jadi. Kalau hanya berhenti pada gagasan/ide dan kuatnya keinginan saja, tanpa berbuat dan bekerja sebagai sarana pengganti, hasilnya juga tidak berbeda seperti orang yang bermimpi. Celakanya lagi kalau hanya mengarang-arang, akhirnya jadi malas bekerja dan takut merepotkan.

17. Ora ana penggawe luwih dening mulya kejaba dedana sing uga ateges mbiyantu nyampeti kekuranganing kabutuhane liyan. Dedana marang sapepadha iku ateges uga mitulungi awake dhewe nglelantih marang rasa lila legawa kang uga ateges angabekti marang Pangeran Kang Maha Welas Asih. Pancen pangabekti mono wis aran pasrah, dadi kita ora ngajab marang baline sumbangsih kita. Kabeh iku sing kagungan mung Pangeran Kang Maha Kuwaos, kita ora wenang ngajab wohing pangabekti kanggo kita dhewe. Nindakake kabecikan kanthi dedana kita pancen wajib nanging ngundhuh wohing kautaman kita ora wenang.

Tidak ada pekerjaan yang lebih mulia selain beramal yang juga bisa berarti membantu mencukupi kekurangan kebutuhan orang lain. Bersedekah pada sesama itu berarti juga membantu diri sendiri melatih pada rasa tulus dan ikhlas yang juga berarti berbakti pada Tuhan Yang Maha Penyayang. Memang berbakti sudah berarti pasrah, jadi jangan pernah berharap kembali apa yang telah kita sumbangkan. Semua itu milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita tidak kuasa berharap buahnya persembahan untuk diri kita pribadi. Berbuat kebaikan dengan beramal hukumnya wajib tetapi memetik buahnya kebaikan kita tidak berhak.

18. Nggayuh kaluhuran mono ateges ngupaya tataraning urip kang luwih dhuwur. Ya dhuwur ing lahir ya uga ing batin. Lire sing murakabi kanggo dhiri pribadi, sumarambah tumrap bebrayan agung. Sapa kang mung mligi nggayuh kaluhuraning lahir, ateges mung mburu drajat, semat lan pangkat, durung aran jejeg uripe. Suprandene sapa kang mung ngemungake kaluhuran batin, ateges ora nuhoni jejering manungsa ing alam donya iku kang kudu tumandang gawe kanggo donyane.

Mengapai kemulian berarti berusaha mencapai tahapan hidup yang lebih tinggi. Ya tinggi di lahir dan juga di batin. Intinya yang bermanfaat untuk diri pribadi, dan juga untuk semua kehidupan. Siapa yang hanya mengapai kemuliaan lahiriah, berarti hanya memburu derajat/pangkat, belum bisa dikatakan lurus hidupnya. Demikian halnya siapa yang hanya mengapai keutamaan batin, berarti tidak sesungguhnya tampil sebagai manusia di alam dunia yang harus bekerja untuk kelestarian alam.

19. Sarupaning wewadi sing ala lan sing becik yen isih kok gembol lan mbok keket kanthi remit ing ati salawase isih tetep dadi baturmu. Nanging yen wis mbok ketokake sathithik wae bakal dadi bendaramu kang ngidak-idak sirahmu. Selagine mung nyimpen wewadine dhewe wae wis abot, apa maneh yen nganti pinracaya nggegem wewadine liyan. Mula saka iku ojo sok dhemen lan kepengin meruhi wewadine liyan. Sing wis cetha mung bakal nambahi sanggan sing sejatine dudu wajibmu melu open-open.

Segala macam rahasia yang jelek dan baik kalau masih kamu simpan dan disembunyikan dengan rahasia di dalam hati selamanya masih tetap menjadi temanmu. Akan tetapi kalau sudah kamu perlihatkan sedikit saja akan jadi tuanmu yang menginjak-injak kepalamu. Seandainya hanya menyimpan rahasia kita sendiri itu sudah berat, apa lagi kalau dipercaya menyimpan rahasianya orang lain. Yang sudah jelas akan menambahi beban yang sebenarnya bukan merupakan kewajiban kita untuk ikut memelihara.

20. Sok sopoa bakal nduweni rasa kurmat marang wong kang tansah katon bingar lan padhang polatane, nadyan ta wong mau nembe wae nandhang susah utawa nemoni pepalang ing panguripane. Kosokbaline, wong kang tansah katon suntrut kerep ngrundel lan grenengan, merga ora ketekan sedyane iku, cetha bakal kaoncatan kekuwatan ing batin lan tenagane, tangeh lamun entuka pitulungan kepara malah dadi sesirikaning mitra karuhe.

Siapapun akan mempunyai rasa hormat pada orang yang selalu kelihatan bersuka cita dan terang perangainya, meskipun orang itu baru saja mengalami kesusahan atau mendapatkan cobaan hidup. Sebaliknya, orang yang selalu kelihatan susah sering ngomel dan mengumpat, sebab tidak tercapai keinginannya, jelas akan kehilangan kekuatan batin dan tenaganya, jangan berharap mendapatkan pertolongan malah akan di jauhi teman dan kerabat.

source : http://alangalangkumitir.wordpress.com

Dasha Shila Sutasoma (Mpu Tantular)

1. Aja Sira Anlarani Hati Nin Non
Jangan Menyakiti Perasaan Orang Lain (dan jangan mengacaukan pikiran orang lain)

2. Ajaamidanda Tan Sabenere
janganlah menjatuhkan hukuman yang tidak adil

3. Ajaamalat Duwe Nin Wadwa Nira
Janganlah menjarah harta rakyatmu

4. Aja Tan Asih In daridra
Janganlah menunda kebaikan terhadap mereka yang kurang beruntung

5. Luluta Rin Pandita
Mengabdilah pada mereka yang sadar

6. Aja Sira Katungkul Ing Kagunan, Amujya Nabhaktya
Janganlah menjadi sombong, walau banyak orang menghormatimu

7. Aja Memateni Yen Tan Sabenere
Janganlah menjatuhkan hukuman mati, kecuali menjadi tuntutan keadilan

8. Uttama Si Yen Sira Akalisa Rin Pati,
Adalah yang terbaik, jika kau tidak takut mati,

9. Sampuraha Rin Tiwas
dan bersabar dalam keadaan susah

10. Anulaha Saama Daana Ajaapilih Jana
(adalah yang terbaik) Jika kau berjiwa besar dan memberi tanpa pilih kasih

Sabtu, 22 Oktober 2011

Pusing Pake Suzuki Spin

Sabtu, 22 Oktober 2011
Suzuki Motor - Kedung Doro

Alhamdulillah, sekitar tahun 2010 lalu Bapakku dapat rezeki dan membelikan motor Honda Supra Fit untuk aku.. Ya memang tidak baru gress dari dealer alias second hand, tapi gimana-gimana aku sudah bersyukur sekali.. Terima Kasih Allah, Terima Kasih Bapak, Terima Kasih Semua…

Sebelumnya aku sudah mewanti-wanti Bapak, kalau sudah ada duit jangan membeli selain Honda. Bukan karena fanatik pada merek Honda (emang sebenernya IYA..:P) tapi aku sudah terbiasa dengan semua “kepribadian” sepeda motor Honda. Exactly, yang pertama, Motor Honda pasti Irit, lalu yang kedua sampe kesepuluh, alasanku tetap sama.. IRIT… hehehe.. dan menyusul dibelakangnya, sudah ada motor Suzuki Spin dirumah, Aku tidak suka kebut2an alias Say No to Yamaha, dealernya banyak, Honda = Elegan dan Aku = Setia. Ha? Iya, karena motor pertama yang bisa aku setir sendiri adalah Honda & Honda juga ( Supra Fit strip hijau-hitam, tepatnya) jadi motor pertamaku semasa SMA dulu. Hehehe, jadi, sudah pada tahu apa maksud Aku = Setia itu kan? Hehe..

Itu sedikit paragraf perkenalan… jadi intinya, Sepada Motor Honda Supra Fit dirumah adalah sepeda motor “kekuasaan”ku dan Spin adalah motor keluarga bersama, alias dipake gantian..

Nah, Setelah Adekku Lulus SMP dan masuk SMA, apalagi dia sudah ngalah2in aku sibuknya, ikut Basket dan Mading! Pasti tingkat mobilitasnya tinggi. Bapak dan Ibu sepertinya sudah mulai memberi izin kepada Adekku yang SMA ini untuk membawa sepada motor sendiri untuk even-even yang isidental, ya.. Spin ini yang dibawa sama adekku. Sekali-dua kali-sampe dua puluh tujuh kali (pastinya berapa, aku lupa.. wkwkwk), dan tibalah saat akhirnya Spin murni menjadi kendaraan pribadinya.

Awalnya sih aku tenang2 saja, karena Hondaku ga diotak-atik, aku tetap berkuasa atas Hondaku…:D sesekali di kala libur, aku pake spin untuk beli-beli sesuatu, begitu pula sebaliknya. Atau kadang Honda dipake Bapak, lalu aku naik kendaraan umum ato pake mobilnya Bapak, dan itu tidak terjadi setiap hari. Isidental.

Someday, Spin.nya Adekku rusak. Ya bukan rusak yang gimana-gimana sih, kalo lagi jalan knalpotnya bunyi seolah-olah mau lepas dan pagi-pagi (jam setengah 7 pagi dia sudah berangkat sekolah, sedangkan aku masih bingung cari guling yang jatuh dari kasur) tanpa aku sadari, dia berangkat ke sekolah pake motor hondaku.

Pertama, aku pake Mobilnya Bapak. Sehari-dua hari betah2 aja, eh, kalo diterusin ya males juga. Secara beli solarnya ga cukup 10rb ya.. hehe.. paling ga sekali beli kudu 50rb, nah loh.. Iya kalo Pendapatan Bulananku sudah mencapai angka 5 juta sebulan, AMIN, aku ga akan kepikiran. Lah sekarang ini, uang jajan sebulanku aku anggarkan 100rb seminggu, itupun kadang kepake beli Sabun Mandi, Tissu Kamar, Pulsa HP, dsb. dsb. trus Hobby.ku aku kemanain, Aku ga Nonton? Aku ga Lunch makanan favoritku, ga bisa mampir beli-beli buku apa gitu di Gramedia? Argghh.. Tidaakkk… akhirnyaaa.. Aku pake deh Spin Adekku itu.

Sama aja, sehari dua hari ga kerasa, tapi lama-lama… Haduh, pake spin itu bener-bener bikin aku keki. Gimana endak, borosnya nauzubillah, menurutku pribadi sih. Maksudnya, kerasa banget berkurang uang dan waktuku.. belum genap 3 hari, sudah harus isi 10rb lagi. Belum sempat kemana-mana, sudah harus mampir ke pom bensin lagi. Entah apa karena matic selalu seperti itu, ditambah badanku yang gede + bonus tas serta barang2 bawaanku yang selalu tidak pernah sedikit. Tapi, ya apa ya apa, menurutku itu tetap boros!

Apalagi perjalananku jauh, jarak dari rumah ke kantor sekitar 20 – 30 menit perjalanan, belum lagi kalau jam pulang kantor jalan-jalan protokol selalu padat, baru ngegas sebentar, ngerem lagi, ga lama ngegas lagi, eh, tiba harus ngerem karena mobil didepan berhenti mendadak + bunyi bel yang melengking panjang. Lengkap sudah akselerasi kecepatan penggunaan bensin di suzuki spin ini. Huff.

Terakhir yang ku ingat, Hari Rabu kemarin lusa (19 Oktober), aku isi 10rb. Tapi, jum’at (21 Oktober) malam sepulang kerja, aku kudu mampir pom bensin diponegoro untuk ngisi lagi. Haduh, Enough! Aku isi 7rb aja! Males banget.. (sebenernya ga kenapa2 sih, soalnya uangku 20rb, trus pengen beli maem penyetan dideket rumah, 2 porsi, satu untuk adekku, lah 2 porsi itu 12rb + nempil penyek 1rb, pas deh 13rb, jadi sisanya itu yg buat beli bensin… haha..)

Trus, ini nih, Hari Sabtu, 22 Oktober sekarang baru sempat bawa ke bengkel Suzuki. Lama banget jeda waktunya, dari Adekku menginvasi motorku dan menyisakan motornya untuk aku “kuasai”. Abisnya ga sempat-sempat sih, Jam kerjaku saklek banget dri Senin-Jum’at, 9 pagi sampe 5 sore. Ya kalo cuci motor, sekarang udah ada yang buka sampe tengah malem. Lah kalo servisan? Yang ada mah Servis Pijat Plus-Plus. Hahaha.. Pas Weekend juga gitu, ada aja acara, kalo ga mbangkong, diajak ke Malang acara keluarga, ada janji jalan sama sahabat-sahabat tercinta, terakhir ada try out persiapan ujian advokat. Baru sekarang ini totally free… Alhamdulillah, brasa weekend milik sendiri. Alhamdulillah lagi…

Jadi sekarang ini ceritanya, aku nulis ini di Dealernya Suzuki, uploadnya juga dari wifi gratis.nya Dealer Suzuki ini… wkwkwk.. ini aku yang ga tau diri atau gimana ya? Hehe..

sudah hampir jam setengah 3 sore. Abis ini aku mau ke Hi Tech Mall, pengen cari-cari Hard Disk External, ga enak aku pinjam punya Didik terus.. hehe.. semoga bisa dapat yang kapasitas 1 TB, fasilitas Anti Shock dan Punya Kemampuan Transfer Data Super Cepat dengan Harga dibawah 1 juta… Amin..

Sekalian juga kalo sempat, lihat-lihat Printer dan Netbook, Printer dirumah udah sepuh, cartridnya rusak juga.. maka, Raja Yustisia bertitah, harus dipensiunkan, hehe... (Printer : Salah Satu Pahlawan Devisaku nih!) Sedangkan Netbook, ya kebutuhan sekunder tingkat 2 lah. Aku butuh yang minimalis, ringan, daya kerja batrei tahan lama, spesifikasi medium dan dengan harga standart (dibawah 3 juta.an), semoga ada dan bisa beli, dalam waktu dekat. AMIN. Biar bisa aku bawa kemana-mana, cukup masuk tas hang out kecil (eiger) atau hang out sedang (bodypack 1 resleting) dan tidak membuat pundakku cepat capek. Tujuan utamanya sebenernya aku pengen aktif nulis, jadi ketika ada ide atau pengen nulis, dimanapun, di bis misalnya, saat itu juga buka dan langsung ngetik. Atau, sometime ada sesuatu yang urgent, mendesain atau kudu transfer data, bisa dilakukan seketika itu juga.

trus Pulangnya, mampir ke Urip Sumoharjo, servis Jam Tanganku. (ini juga, rantai Tissot.ku terlalu banyak, aku pengen ngurangin.. jadinya longgar banget di tangan.. ini malah dari dulu juga sih, baru ingat dan sempat serviskan sekarang, sebelumnya (nitip) alias ngandelin Bapak, tapi Bapak malah sering keluar kota akhir-akhir ini…:D dan kalau bisa ganti Batrei Jam Coklat Gede itu, yang aku beli secara “kredit” pertemanan kantor dari Rekan sebelah Meja.. hehe..:)

kembali ke spin, ini aku minta servisin semua, mulai dari knalpot sumber dimana aku kudu bertukar motor dengan adekku, lampu depan yang nyalanya mulai setengah mati, sampe ganti oli. Huff, dasar, adekku cewek sih, jadi urusan2 teknik begini, aku yang harus turun tangan. Mana kalo spin ini beres, kan tukeran lagi tuh. Jangan sampe Hondaku kenapa-kenapa ya! Dia enak, menikmati spin yang gress dari bengkel. Lha Mosok aku harus masuk bengkel lagi, dengan motor yang beda + orang yang sama? Tapi waktu dan duitnya?? Arrghhh tidaaakkkk…

Selasa, 18 Oktober 2011

Siasat Buah Aren Kalahkan Surabaya

Pada akhirnya kecerdikan otaklah yang bisa mengalahkan Surabaya.
Bukan otot dan Bukanlah dengan pedang.


WINONGAN hanyalah sebuah kota kecamatan di wilayah kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang letaknya berada di sebelah tenggara Surabaya. Di kota kecil itulah pada 1614, pasukan Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Suratani, mendirikan pusat komandonya sekaligus mengordinasikan serangan Mataram ke daerah timur. Sejak 1614, mulai dari Winongan, balantentara Mataram terus merongrong kekuasaan Surabaya. Serangan demi serangan pun dilakukan ke berbagai wilayah kekuasaan Surabaya di pantai utara Jawa, mulai dari Tuban, Gresik dan terus merangsek ke jantung kekuasaan Surabaya.

Ada dua kerajaan yang menjadi musuh utama Mataram, yakni Surabaya di timur dan Banten di barat. Sejak kepemimpinan Panembahan Hanyakrawati (1601-1613), Kerajaan Mataram gigih memperluas pengaruhnya di Jawa. Beberapa tahun menjelang akhir kekuasaanya, Raja yang kemudian setelah meninggal digelari sebagai Panembahan Seda Ing Krapyak itu memang menjalankan politik luar negeri yang aktif. Bahkan, mengutip sejarawan HJ. De Graaf, Panembahan mempekerjakan Juan Pedro Italiano, seorang petualang Italia, yang telah masuk Islam, untuk melobi para pedagang Belanda.

Semasa hidupnya Panembahan Krapyak gencar memerangi Surabaya namun tak pernah berhasil menguasai kota yang terkenal memiliki pertahanan yang kuat itu. Ketika Sultan Agung menggantikan posisi Panembahan Krapyak pada 1613, raja baru itu meneruskan pekerjaan sang ayah yang tak sempat berlanjut karena keburu wafat pada 1 Oktober 1613. Pada saat Sultan Agung memerintah, sebuah taktik lain dijalankan. Alih-alih menyerang langsung ke Surabaya, sultan yang sebelum dinobatkan bernama Raden Mas Jatmika itu memilih untuk menyerang lebih dulu daerah-daerah taklukan Surabaya.

Beberapa bulan setelah penobatannya, Sultan Agung langsung memberikan titah kepada Tumenggung Suratani yang disertai ribuan balatentara Mataram untuk segera berangkat menyerang daerah timur. Sultan Agung memberikan perintah dengan acaman: bunuh siapa pun yang mundur dari gelanggang pertempuran. Target serangan pertama adalah Pasuruan. Namun serangan itu gagal karena tentara Pasuruan bertempur habis-habis mempertahankan kotanya. Walhasil balatentara Mataram mundur ke Winongan dan bertahan di daerah itu dengan membangun perintang yang sangat kuat untuk melindungi diri dari kemungkinan serangan balasan.

Sementara menyusun kekuatan untuk serangan ulang, Tumenggung Suratani memerintahkan Tumenggung Alap-Alap merebut Lumajang dan Renong. Namun kedua bupati daerah itu berhasil melarikan diri. Tumenggung Alap-Alap dan pasukannya yang berhasil menguasai kota, menjarah harta benda milik bupati, bahkan menculik para perempuan untuk dibawa pulang. Aksi penyerangan dilanjutkan sampai ke Malang di mana pasukan Tumenggung Alap-Alap berhasil menangkap Rangga Toh Jiwa, bupati Malang yang sempat melarikan diri dari kejaran pasukan.

Cara pasukan Mataram menebar aksi teror ini cukup berhasil menimbulkan ketakutan di kalangan penguasa daerah-daerah protektorat Surabaya. Dalam jangka waktu yang singkat, Mataram terus menggempur daerah-daerah di Jawa Timur. Ekspedisi demi ekspedisi dikirim, mengoyak rasa tenteram para penguasanya. Tak semua serangan Mataram berhasil. Dalam beberapa serangan balasan, pasukan Mataram kocar-kacir, seperti yang terjadi pada pertempuran di Sungai Andaka (kini disebut sungai Brantas), di mana dua pemimpin pasukan Mataram, Aria Suratani dan Ngabei Ketawangan tewas di tempat.

Menyerang terlebih dahulu kota-kota satelit di sekitar Surabaya agaknya bertujuan untuk memutus jalur logistik ke Surabaya. Sebagai kota pelabuhan, Surabaya menggantungkan dirinya kepada daerah-daerah pedalaman (hinterland) untuk suplai berbagai kebutuhan sehari-hari. Bahkan kebutuhan atas air pun diambil dari kali Mas, salah satu dari dua cabang kali pecahan aliran Sungai Brantas yang melintasi Mojokerto. Kelak lewat sungai Brantas Surabaya bisa dibuat bertekuklutut.

Taktik demikian ditempuh Mataram karena serangan langsung terhadap Surabaya tak pernah berhasil. Surabaya terlalu kuat, apalagi bala bantuan dari Madura selalu siap setiap saat mempertahankan Surabaya. Selama bertahun-tahun, semenjak naih takhta, Sultan Agung terus melancarkan penyerbuan ke Surabaya. Seringkali menemui kegagalan tapi dia tak pernah jera untuk melakukan serangan.

Apa yang sebenarnya mendorong sultan dari trah Ki Ageng Pemanahan itu begitu ngotot menaklukkan Surabaya? Sejarawan Universitas Gadjah Mada Dr. Sri Margana mengatakan perebutan legitimasi kekuasaan religius adalah alasan utama kenapa Mataram gigih melancarkan perang terhadap Surabaya. “Mataram membutuhkan legitimasi keislaman dan itu dimiliki oleh Surabaya karena mereka keturunan para wali, sementara Mataram keturunan petani,” kata doktor lulusan Leiden University itu.

Menurut Margana legitimasi kekuasaan berdasarkan tahkta suci agama menjadi penting karena dengan itulah Surabaya memiliki pengaruh yang sangat luas. Konsepsi kekuasaan yang demikian bersumbu pada kepercayaan di kalangan masyarakat Jawa bahwa raja adalah pusat kosmis yang memiliki pengaruh baik pada alam maupun masyarakat. Raja juga dipercaya sebagai keturunan nabi-nabi dan dewa-dewa. Anggapan itu dikaitkan dengan kepercayaan magis dari wahyu raja (pulung ratu) dan konsep pewaris keturunan darah raja (trahing kusuma rembesing madu wijining andhana tapa), hanya orang yang memiliki keturunan darah raja lah yang berhak menjadi raja (Poesponegoro:1992. 60). “Sementara trah Pemanahan itu kan trahnya petani, jadi mereka berada satu derajat di bawah trah wali seperti penguasa Surabaya, itu alasan Mataram menyerang Surabaya,” kata Margana.

Maka Mataram berani menempuh jalan mana pun untuk mengalahkan dan menguasai Surabaya. Cara Sultan Agung yang menggempur secara periodik wilayah kekuasaan setahap demi setahap menimbulkan korban yang cukup besar di pihak Mataram. Namun dia terus mencari cara agar Surabaya yang makin lama makin terdesak itu menyerah, terutama sejak kejatuhan Tuban pada 1619 menyusul kekalahan Madura pada 1624.

Setelah bertempur selama hampir satu dekade lebih, akhirnya Mataram berhasil memasuki pinggiran kota Surabaya yang pertahanannya tak terkalahkan itu. Pasukan Mataram di bawah pimpinan dua panglima perangnya, Tumenggung Ketawangan dan Tumenggung Alap-Alap menggempur Surabaya pada 1624. Dari sumber Belanda, sebagaimana dikutip dari De Graaf (2002), kendati sudah berhasil menembus barikade pertahanan Surabaya, pasukan Mataram masih mengalami kesulitan mematahkan pertahanan pasukan Surabaya yang gigih mempertahankan pusat kotanya.

Tentara Mataram pun kembali menebar teror kepada penduduk pinggiran Surabaya. Sawah dan ladang milik penduduk diporak-porandakan dengan maksud para penduduk yang tetap bertahan segera menyerah seperti juga yang dilakukan oleh penduduk Sampang, Madura ketika mereka diserang Mataram beberapa waktu sebelumnya. Pertempuran dengan pihak Surabaya, mengutip De Graaf, “sudah sampai tingkat kritis. Sebanyak 80 ribu orang mengepung kota ini.” Karena alotnya pertahanan pasukan Surabaya, Mataram memilih untuk bersikap defensif sambil mencari akal untuk menyusun serangan mematikan kepada pihak Surabaya. Mereka pun mendirikan perkemahan di sekitar Mojokerto sambil menunggu waktu tepat melancarkan serangan.

Tumenggung Mangun Oneng yang diberi mandat memimpin serangan ke Surabaya kali ini melancarkan taktik “bendungan Jepara” untuk menyumbat aliran sungai Brantas yang menjadi sumber air bagi penduduk Surabaya. Teknik pembendungan tersebut menggunakan berbatang pohon kelapa dan bambu yang diletakkan membentang di dasar sungai sampai dengan permukaannya. Setelah air tersumbat dan hanya mengalir sedikit saja, pasukan Mataram menceburkan bangkai binatang dan berkeranjang buah aren (latin: Arenga saccharifera). Bangkai menyebabkan air berbau busuk sementara buah aren menimbulkan gatal-gatal yang luar biasa hebatnya.

Air yang tercemar itu menyebabkan penduduk Surabaya terkena wabah penyakit batuk dan gatal-gatal. Taktik yang mendatangkan penderitaan bagi rakyat Surabaya itu sampai ke telinga raja. Sebuah pertemuan digelar oleh kalangan istana Surabaya tapi raja terlalu malu untuk memaklumkan kekalahannya pada Mataram. Maka diutuslah Pangeran Pekik, putra sang raja, beserta seribu tentara Surabaya untuk menemui Tumenggung Mangun Oneng. Melalui Demang Urawan, surat maklumat kekalahan Raja Surabaya disampaikan kepada Tumenggung Mangun Oneng. Menurut catatan VOC sebagai mana dikutip De Graaf, Surabaya dinyatakan kalah pada 27 Okotober 1625. Sejak saat itu Mataram mulai mencengkeramkan kuku kekuasannya di Jawa Timur.

* sumber : http://www.majalah-historia.com

------- Kenali Surabaya, Cintai Surabaya dan Bangun Surabaya -------

Kampung Keputran, Tak Sekadar Pasar (Tempat Bermukim Permaisuri)

Nama kampung Keputran ternyata telah ada sejak zaman Kerajaan Surabaya berdiri sekitar tahun 1293. Menjadi tempat tinggal khusus bagi keluarga kerajaan, terutama permaisuri, selir, dan para putri raja yang masih lajang.

Nama Keputran lebih cocok bermakna sebagai tempat tinggal kerabat kerajaan laki-laki. Tapi, Keputran yang ada di wilayah Kerajaan Surabaya yang berdiri sejak 31 Mei 1293 dan kini tanggal itu dirayakan sebagai hari jadi Kota Surabaya, lebih banyak diyakini sebagai tempat tinggal permaisuri, selir, dan putri raja yang masih lajang.

Hal itu berdasarkan penemuan nama-nama kampung lain di Kota Surabaya yang juga diyakini saling berkaitan. Kampung Kraton, yang sekarang berada di wilayah administrasi Kelurahan Bubutan, diduga sebagai tempat kerajaan Surabaya bertempat. Kemudian di kampung yang kini disebut Kepatihan, patut diduga sebagai tempat tinggal kerabat kerajaan yang laki-laki. Keputran sendiri disebut-sebut diambil dari nama putri-putri yang kemudian disebut Keputren atau kemudian berlanjut menjadi Keputran.

Salah satu sesepuh warga Keputran, H Usman Romli, 91, warga Gang IX/29, mengungkapkan, setelah dikenal sebagai kampung keputren di zaman Kerajaan Surabaya, saat Belanda masuk Indonesia tahun 1600, kampung Keputran menjadi kampung khusus untuk warga pribumi yang berkedudukan tinggi.

”Mereka seperti adipati dan lain sebagainya. Sementara pejabat-pejabat Belanda dan keluarganya tinggal di sekitaran kampung Keputran, seperti di Tegalsari, Jl Kartini, Dr Soetomo, dan sekitarnya,” jelas Usman.

Saat pembangunan Jl Raya Urip Sumoharjo pada sebelum 1900-an, kampung Keputran menjadi terbelah. Menjadi Keputran Megersari dan Keputran Kejambon serta Keputran Panjunan.

Kini Keputran Megersari sudah menjadi Keputran saja dan berada di sisi timur Jl Raya Urip Sumoharjo dan dua Keputran lain, yaitu Panjunan dan Kejambon berada di sisi barat Jl Urip Sumoharjo. Selanjutnya, di sisi paling timur kampung, yang kini Jl Keputran, menjadi permukiman bagi warga Tionghoa dan Belanda, yang bekerja sebagai pedagang. Terutama di sisi selatan. Di situlah Pasar Keputran lama yang berdagang berbagai jenis barang kebutuhan pokok, beserta barang seperti yang saat ini masih tersisa, yaitu janur, tebu, manggar, serta bunga. Sementara pasar di sebelah utara, yang kini dikenal sebagai Pasar Keputran Baru ada sekitar tahun 1955.

”Dulunya pasar umum dan pasar rombeng, berupa pakaian dan peralatan rumah tangga. Belum menjadi pasar sayur seperti sekarang ini,” tambah Usman.

Bersamaan dengan pembangunan Jl Raya Urip Sumoharjo di zaman Belanda, di tengah lahan jalan itu terdapat masjid bernama Masjid Mubarok. Masjid itu kemudian oleh masyarakat digeser dan ditunggu proses pemindahan dan pembangunannya hingga selesai di dalam kampung Keputran, yang kini bisa ditemui di Keputran Gang V.

Sekitar tahun 1955-1970-an, kampung Keputran banyak didatangi dan menjadi tempat tinggal ulama-ulama dari daerah lain Kota Surabaya. Salah satunya KH Abdul Rohman, dari daerah Pacar Keling, Tambaksari. Bersamaan dengan itu, kampung Keputran mulai dikenal sebagai kampung santri. Sementara di tahun yang sama, perkembangan Pasar Keputran utara dan selatan mengalami peningkatan.

Mulai tahun 1960-an, Usman menyebutkan, para distributor sayur-mayur mulai berdatangan dari luar daerah Kota Surabaya dan langsung menyerbu Pasar Keputran hingga meluber ke jalan-jalan raya yang ada di sekitarnya. Dan luberan pasar itu pun berlangsung hingga tahun 2010. Tepatnya pada Mei 2010, pemerintah Kota Surabaya berhasil menggusur pedagang yang sudah berdagang di jalanan sekitar Pasar Keputran sejak puluhan tahun lalu.

Meski tidak lagi berdagang di jalanan, namun nama Pasar Keputran telah berubah menjadi kawasan usaha sayur mayur, rempah-rempah, dan bumbu-bumbu yang berkembang pesat dan menjadi jujugan bagi seluruh warga di Kota Surabaya dan sekitarnya.

Suasana pasar menjadi hiruk pikuk dan ramai sejak pukul 13.00 WIB hingga pagi pukul 08.00 WIB. Di siang hari, para distributor sayur mayur dari berbagai daerah datang untuk menyuplai di pasar itu. Selanjutnya mulai gelap datang, pasar berubah menjadi ajang transaksi antarpembeli dan pedagang hingga pagi hari.

Tak hanya mobil para distributor sayur saja yang memenuhi arena ini bila proses dagang terjadi. Tapi juga ratusan becak ronjotan. Yaitu becak khas pengangkut sayur mayur yang bisa disewa para pembeli sayur mayur di Pasar Keputran.

* dikutip dari : kissanak.wordpress.com

------- Cintai Surabaya, Bangun Surabaya -------

Enam Versi Asal Kata SURABAYA

Sebenarnya darimana asal kata Surabaya? saat ini banyak versi yang menerangkan ihwal munculnya nama Surabaya. Dan disini, penulis akan menerangkan satu persatu di catatan ini.

Saya menemukan setidaknya enam cerita tentang hal ihwal nama Surabaya. Namun, bisa jadi di luaran sana versi itu bisa jadi bertambah banyak. Tema yang jamak ditulis ini masih menarik dinikmati lagi. Tulisan ini mengandung maksud untuk mengungkapkan sejak kapan nama Surabaya pertama kali disebut. Sebab banyak orang sudah terlanjur percaya jika Surabaya adalah nama baru kelanjutan daerah yang bernama Ujung Galuh. Bukan daerah yang berdiri sendiri sejak lama.

Keterangan pertama menyebutkan,
Bahwa Surabaya berasal dari kata Churabhaya, Ketarangan tentang nama ini itu ditemukan oleh orang-orang ahli arkelogi di prasasti Trowulan I yang dibuat tahun 1358 Masehi. Di dalam prasasti tertulis nama sebuah desa tempat menyeberang di tepian Sungai Brantas. Prasasti itu masih tersimpan di Trowulan, namun nama desanya tidak akan bisa ditelusuri lagi dimana. Bisa jadi desa itu sekarang telah berkembang menjadi kota besar. Surabaya.

Versi yang kedua mengakui,
Nama Surabaya pertama kali disebut karena tercantum dalam Pujasastra Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca. Dalam tulisan itu ada kata Surabhaya, tercatat ada perjalanan pesiar alias berwisata yang dilakukan Raja Majapahit, Hayam Wuruk pada pada 1365. dijelaskan sang raja melepas lelah di muara kali brantas yang bernama Surabhaya.

Namun nama Surabaya sendiri diyakini oleh para ahli telah ada pada tahun-tahun sebelum prasasti-prasasti tersebut dibuat. Sejarahwan Surabaya zaman Belanda, GH Von Faber, dalam karyanya En Werd Een Stad Geboren (Telah Lahir Sebuah Kota. Red) membuat hipotesis, Surabaya didirikan Raja Kertanegara tahun 1275, sebagai pemukiman baru bagi para prajuritnya yang telah berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan 1270 M.

Sedangkan versi ketiga,,
Nama Surabaya berkait dengan cerita perkelahian hidup mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan tentara Tartar 1929, Raden Wijaya yang merupakan raja pertama Majapahit, mendirikan kraton di Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono memimpin daerah itu.

Jayengrono makin kuat karena menguasai ilmu Buaya, Majapahit belakangan merasa terancam. Untuk menaklukkan Jayengrono, diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kesaktian dilakukan di Sungai Kalimas. Perkelahian itu berlangsung tujuh hari tujuh malam dan berakhir tragis, keduanya meninggal kehabisan tenaga.

Versi lainnya,
kata Surabaya muncul dari mitos pertempuran antara ikan hiu dan Buaya di Jembatan Merah. ini cerita legenda yang sulit ditemukan kesahiahannya.

dan, versi terakhir menyebutkan,
kata Surabaya pertama kali dikenal sebagi sebuah pedukuhan di barat Tegal Bobot Sari, nama ini beserta lingkungan di dalam benteng muncul di jaman pangeran Kudo Kardono berkuasa tahun 1400. Pedukuhan itu sekarang menjadi kampung Surabayan.

*dikutip dari : kissanak.wordpress.com

------- cintai Kota Surabaya, bangun Kota Surabaya -------

Senin, 23 Mei 2011

ASAL USUL nama & simbol SURABAYA

Asal kata "SURABAYA" dan Simbol "SURA" dan "BAYA"

Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasati tersebut terungkap bahwa Surabaya (churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Brantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.

Surabaya (Surabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Prapanca tentang perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1365 dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris terakhir).

Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (prasasti Trowulan) & 1365 M (Negara Kertagama), para ahli menduga bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tsb.

Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh.

Versi lain mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon setelah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah kraton di Ujunggaluh, dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kesaktian dilakukan di pinggir Sungai Kalimas dekat Paneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga.

Kata "Surabaya" juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya).

Supaya tidak menimbulkan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas kesepakatan sekelompok sejarawan yang dibentuk oleh pemerintah kota bahwa nama Surabaya berasal dari kata "sura ing bhaya" yang berarti "keberanian menghadapi bahaya" diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.

Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan sura dan buaya terdapat banyak sekali cerita. Salah satu yang terkenal tentang pertarungan ikan sura dan buaya diceritakan oleh LCR. Breeman, seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918.

----------------------------------------------------------------------

Sumber :
* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996

Kerajaan Surabaya (*luput dari catatan)

KERAJAAN SURABAYA yang Luput dari Catatan
Sunday, 27 May 2007
Surabaya

Tidak cukup dengan reportase surat kabar jika ingin menelusuri satu-persatu asal-muasal nama kampung di Surabaya. Kali ini saya mulai masuk pada ranah catatan sejarah pemerintahan di Surabaya. Di perjalanan ceritanya nanti, muncul kampung-kampung baru yang berpatron pada sumbu keraton ini.

Saya sempat menyinggung kisah Mbah Brondong alias Pangeran Lanang Dangiran dalam catatan Kamis (24/5). Jika sempat mampir di kompleks makam Sentono Botoputih, sebelah timur Kampung Ampel, Makam Mbah Brondong menjadi sumbu spiritual para peziarah.

Dialah Bupati Surabaya pertama atau menurut catatan sejarah Belanda jabatan tradisional itu disebut Kanjeng Adipati. Puluhan nisan di pesarean Sentono Botoputih itu adalah adipati Surabaya dan keturunannya yang bergelar Raden Panji. Namun di Jalan Bibis sebelah utara Indo Plaza juga ada kompleks makam lawas yang diyakini juga pesarean trah adipati Surabaya.

Kali ini mari mendalami catatan sejarah Surabaya. Beberapa penulis Barat menyebut penguasa Surabaya dengan The King of Surabaya. Tetapi apakah struktur pemerintahan kadipaten dengan kerajaan itu hanya sekadar penyebutan untuk objek yang sama. Atau sebelum kadipaten, Surabaya pernah berdiri kerajaan, namun luput dalam catatan sejarah?

Mari dicari sama-sama. Faktanya, dalam semua manuskrip tentang Surabaya tidak pernah tercatat nama raja, tidak ditemukan petilasan makam raja Surabaya kecuali makam adipati. Tidak ada seorang pun dari kepala pemerintahan yang bergelar sultan walau semuanya berpenduduk muslim. Bahkan dongeng rakyat Surabaya juga berkutat pada sosok adipati.

Namun faktanya, saat ini jejak Surabaya sebagai sebuah pemerintahan kerajaan masih mudah ditemukan. Jika anda berjalan menyusuri Jalan Kramat Gantung, di sebelah barat jalan ini Anda akan menemukan secuil kampung dengan nama Kraton. Saya yakin nama kampung ini bukan asal comot untuk gagah-gagahan.

Di sekitarnya terdapat kampung yang berbau laiknya struktur kerajaan. Ada nama Kranggan, Praban, Carikan, Kepatihan, Tumengungan, dan lain sebagainya. Terdapat Jalan Kebonrojo alias kebun raja yang ada di selatan kantor Pos Besar sekarang. Penamaan kampung itu mirip dengan nama kampung di dalam benteng Keraton Jogjakarta. Sekitar tahun 1950-an saya sering melihat orang menemukan ornamen struktur batu bata seperti candi setiap ada orang membongkar rumah di kawasan ini, jelas A Hong, warga Kramat Gantung.
Benarkan kerajaan itu pernah lahir di Surabaya? Dalam sejumlah diskusi ilmiah masih menjadi perdebatan. Namun wacana itu harus diketahui, sejumlah catatan yang saya temukan menyebutkan, kerajaan kecil Surabaya itu diyakini sudah ada sekitar 1365, ini seperti yang ditulis Empu Prapanca. Saya menemukan terjemahan karya Empu Prapanca di Museum Nasional beberapa waktu lalu.

Kerajaan Surabaya juga mencatat cerita justru dalam manuskrip kerajaan lain. Di antaranya riuh rendah perlawanan kerajaan Surabaya dengan kerajaan Mataram. Kisah ini akan saya tulis hari berikutnya. Sebab kisah ini juga tercatat disejarah Mataram.

----------------------------------------------------------------------

sumber : forum.detiksurabaya.com